
Webinar FBS bekerja sama dengan Apekskid Jawa Timur mendatangkan narasumber kompeten di bidangnya
unesa.ac.id, Surabaya – Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) Universitas Negeri Surabaya (Unesa) bekerja sama dengan Asosiasi Pengkaji dan Praktisi Bahasa, Sastra, dan Kebudayaan Indonesia (Apebskid) Jawa Timur sukses menggelar webinar ke-5 pada Sabtu, 19 April 2025.
Mengangkat tema “Representasi Bahasa dan Identitas dalam Konteks Digital dan Budaya Lokal, kegiatan ini dihadiri sejumlah akademisi dan peneliti yang memaparkan isu-isu terkini terkait bahasa, budaya, dan pengaruh digitalisasi.
Acara yang dilaksanakan secara daring melalui platform Zoom Meeting ini diikuti oleh sekitar 90 peserta terdiri atas dosen, guru, peneliti, mahasiswa, anggota Apebskid, serta masyarakat umum dari berbagai wilayah.
Tujuan utama dari webinar ini adalah untuk membangun ruang dialog akademik yang inklusif serta mendorong peran aktif perguruan tinggi dalam pelestarian budaya lokal di tengah derasnya arus globalisasi.
Ketua Apebskid Jatim, Dr. Much. Khoiri, M.Si., dalam sambutannya menyampaikan bahwa webinar ini tidak hanya sebagai forum berbagi ilmu, tetapi juga menjadi ajang memperkuat branding FBS Unesa dan Apebskid Jatim di kancah nasional.
“Webinar ke-5 ini dihadirkan untuk menjadi forum akademik antara dosen Unesa, anggota Apebskid, dan masyarakat umum. Terima kasih atas dukungan Unesa,” ujar Khoiri.

Dr. Trisakti, M.Si, Kasubdit PUI Seni Budaya Unesa sekaligus Dewan Pengawas Apebskid Indonesia menjadi keynote speaker
Dr. Trisakti, M.Si., selaku Kasubdit PUI Seni Budaya Unesa sekaligus Dewan Pengawas Apebskid Indonesia dalam sambutannya sebagai keynote speaker menekankan bahwa bahasa tidak sekadar sebagai alat komunikasi, tetapi juga sebagai penanda identitas dan ekspresi budaya yang memiliki kekuatan sosial.
Di era digital yang serba cepat, terang Trisakti, tantangan terbesar adalah bagaimana mempertahankan nilai-nilai lokal yang menjadi kekayaan budaya bangsa.
“Digitalisasi tidak hanya mempercepat penyebaran informasi, tetapi juga berpotensi menggerus bahasa daerah dan tradisi lokal yang selama ini diwariskan secara turun-temurun,” ungkapnya.
Ia mengingatkan bahwa masyarakat tidak hanya menjadi konsumen teknologi, tetapi juga harus aktif menggunakan untuk melestarikan budaya. Ia mencontohkan transformasi bahasa di media sosial yang kian singkat dan simbolik, seperti penggunaan emoji menggantikan ungkapan sopan santun tradisional.
“Ini adalah tantangan besar, bagaimana menjaga agar dalam derasnya digitalisasi, bahasa dan budaya lokal tetap menjadi cerminan identitas bangsa,” tambahnya.
Dr. Mintowati, M.Pd, dosen Unesa yang menyampaikan materi dengan topik “Representasi Verbal-Nonverbal Komentar Netizen dalam Persidangan Kasus Ivan Sugianto: Kajian Pragmatik Siber” memaparkan bahwa dalam kajian ini ditemukan bentuk-bentuk cyberbullying yang dilakukan netizen dalam kolom komentar, mulai dari ujaran kasar, hinaan, hingga sindiran tajam yang bersifat provokatif.
“Flaming menjadi bentuk dominan cyberbullying yang ditemukan, yakni tindakan provokatif yang dilakukan untuk menjatuhkan pihak lain secara verbal,” ungkapnya.
Selain itu, dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Unesa itu, juga menyoroti minimnya penggunaan emoji dan simbol nonverbal dalam komentar, yang menunjukkan kurangnya pemahaman makna oleh para netizen.
Dr. Rohmat Djoko Prakosa, M.Sn. dosen STKW Surabaya memaparkan materi dengan topik “Srekalan sebagai Representasi Kebahasaan Masyarakat Samin”. Dalam paparannya, ia menjelaskan bahwa srekalan merupakan bentuk debat khas masyarakat Samin yang mengandung resistensi tanpa kekerasan terhadap kekuasaan.
“Srekalan adalah praktik tutur yang menolak tuduhan atau perintah secara halus namun kuat. Ini adalah bagian dari strategi komunikasi masyarakat Samin yang penuh makna filosofis,” terang Rohmat.
Ia juga mengaitkan pola ini dengan gerakan ahimsa ala Mahatma Gandhi, yakni bentuk perlawanan sosial yang tidak bersifat konfrontatif, tetapi tetap efektif dalam menyampaikan kritik sosial.
Dr. Nanik Herawati, M.Hum dari Universitas Widya Dharma Klaten membahas pemilihan kata dan gaya bahasa dalam novel Rahwana Putih karya Sri Teddy Rusdy. Ia mengungkapkan bahwa novel ini menampilkan gaya bahasa yang sangat kaya, mulai dari simile, metafora, hingga personifikasi.
“Yang unik, novel ini menggunakan banyak kosakata dari bahasa Jawa Kuna, sehingga memberikan nuansa budaya yang kuat,” jelasnya.
Penggunaan gaya bahasa yang khas ini, jelas Nanik, menjadikan karya tersebut tidak hanya sebagai bacaan sastra, tetapi juga sebagai media pelestarian bahasa lokal.
Webinar ini ditutup dengan diskusi interaktif antara peserta dan narasumber. Melalui webinar itu, FBS Unesa dan Apebskid Jatim telah membuktikan komitmennya dalam menjembatani antara dunia akademik dan persoalan-persoalan sosial budaya aktual. @zar/sir
Share It On: