![Penampilan tari sapta pawitra karya mahasiswa Sendratasik Unesa.](/images/foto-25-01-2025-08-44-44-2728.png)
Penampilan tari sapta pawitra karya mahasiswa Sendratasik Unesa.
Unesa.ac.id., SURABAYA–Desa Selotapak, Kabupaten Mojokerto menjadi saksi semangat inovasi seni dari mahasiswa Program Studi Seni Drama, Tari, dan Musik (Sendratasik) Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) Universitas Negeri Surabaya (UNESA).
Pada program Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang berlangsung selama empat bulan itu, kelompok mahasiswa ini berhasil menciptakan sebuah karya seni tari yang diberi nama ‘sapta pawitra’.
Tarian ini ditampilkan pada malam “Harsa Fest” atau Harmoni Alam dan Seni Selotapak yang menjadi gebyar penutupan KKN yang dilaksanakan pada 28 Desember 2024 lalu.
Tarian ini terinspirasi dari keindahan alam dan potensi budaya Desa Selotapak yang terkenal dengan tujuh sumber mata air yang begitu terjaga dan menjadi ikon desa tersebut. Tarian yang dibawakan oleh tujuh perempuan ini mengisahkan hubungan harmonis antara manusia dan alam.
Ketua tim KKN, Aura Nur Izzah Humairoh Firdaus menambahkan, gerakan dalam tarian ini menggambarkan perjalanan air dari mata air menuju berbagai aspek kehidupan, seperti pertanian, perikanan, hingga kebutuhan domestik masyarakat.
Pemilihan ketujuh sosok perempuan sebagai penari didasari karena perempuan dianggap sebagai simbol kehidupan manusia. Selain itu, tarian ini juga menyisipkan pesan moral tentang pentingnya menjaga kelestarian sumber daya alam demi keberlanjutan kehidupan generasi mendatang.
“Awalnya kami berencana untuk membuat tarian yang menunjukkan panorama alam Selotapak, akan tetapi setelah kami telisik kembali, kami menemukan tujuh sumber mata air yang masih terjaga dengan baik. Dan kami ingin ada sebuah seni yang mampu menunjukkan keselarasan alam dan manusia itu di sini,” ujarnya.
![](/images/foto-25-01-2025-08-45-05-6713.png)
www.unesa.ac.id
Aura melanjutkan, dalam pengerjaannya mereka juga bekerja sama dengan pemuda desa, seperti pada saat proses pembuatan kostum dan musik pengiringnya. Bukan tanpa alasan, selama ini tim KKN dari prodi yang berdiri di Unesa sejak 1986 ini juga mengajarkan pemuda desa menggunakan alat musik tradisional karawitan, menari, dan pantomim.
“Program kami ini kan pemberdayaan seni, makanya kami memberikan pelatihan sesuai dengan apa yang kami pelajari di kampus. Meski memang ada kesulitan karena kami harus menumbuhkan kembali minat para pemuda desa Selotapak pada seni yang sempat pudar,” imbuhnya.
Sementara itu, pembimbing KKN, Senyum Sadhana menyampaikan bahwa KKN yang bersifat keprodian desa wisata ini sangat relevan dengan keilmuan yang dipelajari mahasiswa di kampus. Dalam hal ini, lanjutnya, dosen hanya memberikan pengarahan.
Terkait Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) untuk karya tari Sapta Pawitra ini, akan diberikan atas nama Desa Selotapak. Prodi, lanjutnya, akan selalu mengakomodasi setiap karya-karya mahasiswa sebagai hasil dari pembelajaran yang perlu diarsipkan dengan baik.
“Karena memang mahasiswa membuatnya untuk mereka, jadi ini hak desa untuk memilikinya. Tarian ini juga bisa menjadi tanda bahwa desa Selotapak merupakan desa yang peduli akan kelestarian seni budaya,” ungkapnya.
Dosen yang akrab disapa Senyum ini berharap karya-karya yang dihasilkan mahasiswa baik tari, musik, maupun profil desa dapat digunakan sebagai penciri seni dan budaya setempat. Sebab prodi akan selalu memberi dukungan penuh pada kemajuan kegiatan mahasiswa, termasuk di masyarakat yang sebelumnya tidak mereka kenal.
“Semoga berbagai seni yang telah diajarkan mahasiswa dapat terus dilestarikan oleh warga desa. Karena seni tidak hanya menjadi media ekspresi, tetapi juga mampu menjadi sarana edukasi, pemberdayaan masyarakat, dan kebanggaan lokal,” tutupnya.[]
***
Reporter: Fatimah Najmus Shofa (FBS)
Foto: Tim KKN Unesa
Share It On: